Jumat, 19 September 2014

laporan limnologi produktivitas primer perairan



PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN
Elriza Charis Nurroji
12 / 333083 / PN / 12865
Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari
Produktivitas primer adalah jumlah energi cahaya yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produsen melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu Praktikum produktivitas primer bertujuan untuk mempelajari cara pengukuran produktivitas primer perairan dengan menggunakan metode botol terang gelap, mengetahui produktivitas primer suatu perairan dan mengetahui keterkaitan antara produktivitas primer dengan kepadatan dan jenis-jenis plankton di suatu perairan. Produktivitas primer adalah kecepatan terjadinya fotosintesis atau pengikatan karbon. Praktikum ini dilaksanakan di dua lokasi yaitu di kolam perikanan UGM dan danau lembah UGM pada hari sabtu 02 November 2013. Pelakasanaan praktikum produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan metode botol terang gelap. Metode ini dilakukan dengan cara menanam botol terang gelap di dua lokasi tersebut dengan kedalaman 30cm dan 50cm dari permukaan air.Penanaman dilakukan pada pukul 06.00 WIB dan pengamatan  dilakukan pada pukul 12.00 dan 18.00 WIB. Semakin tinggi produktivitas primer suatu perairan maka semakin baik untuk mendukung kelangsungan hidup organism didalamnya, dan dipengaruhi oleh intensitas cahaya.

Kata kunci : air, danau, densitas, kolam, plankton, produktivitas primer


PENDAHULUAN
Danau merupakan salah satu perairan lentik (tenang) yang memiliki banyak kegunaan seperti sup[lai air bersih, irigasi, PLTA, dan perikanan. Khususnya dalam bidang perikanan danau harus memiliki beberapa syarat untuk dapat dijadikan tempat budidaya. Salah satu syarat yang sangat penting adalah produktivitas primer yang ada di perairan itu. Produktivitas primer sangat berpengaruh karena merupakan awal dari rantai makanan di perairan. Tingginya produktivitas primer diharapkan nantinya produksi ikan dalam budidaya meningkat sehingga dapat memenuuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat.
Produktivitas primer dari suatu ekosistem dapat didefinisikan sebagai jumlah energi cahaya yang diserap dan kemudian disimpan oleh organisme-organisme produsen melalui kegiatan fotosintesis dan kemosintesis dalam suatu periode waktu tertentu ( Widianingsih, 2002). Fotosintesis merupakan proses mensintesis glukosa ( karbohidrat ) dari ikatan-ikatan anorganik karbondioksida dan air. Cahaya disimpan dalam bentuk zat-zat organik yang dapat digunakan sebagai bahan makanan oleh organisme heterotrofik (Setyapermana, 1979). Oleh karena hal tersebut, produktivitas primer pada suatu ekosistem dapat dijadikan tolak ukur suatu ekosistem baik ataupun buruk. Pengukuran kadar CO2 dan kadar O2 merupakan kunci dari produktifitas primer. Produktivitas primer juga dapat dipengaruhi oleh faktor kedalaman, semakin dalam suatu perairan maka semakin rendah produktivitas primernya. ( Nybakken, 1982 ).
Praktikum produktivitas primer bertujuan untuk mempelajari cara pengukuran produktivitas primer perairan dengan menggunakan metode botol terang gelap, mengetahui produktivitas primer suatu perairan dan mengetahui keterkaitan antara produktivitas primer dengan kepadatan dan jenis-jenis plankton di suatu perairan.


METODOLOGI
Praktikum produktivitas primer dilakukan di dua tempat yaitu kolam perikanan dan danau lembah UGM. Praktikum dilaksanakan pada tanggal 30 oktober 2010. Metode yang digunakan dalam praktikum produktivitas primer adalah metode botol terang gelap. Prinsip kerja yang dilakukan pertama setiap botol di isi air permukaan dari perairan yang ditetapkan produktivitas primernya. Pengisian dilakukan pada waktu matahari belum cukup intensif bersinar (sekitar pukul 06.00 wib). Pengukuran kadar O2 dilakukan pada waktu siang hari sekitar pukul 12.00 wib dan sore hari pukul 18.00 wib. Penghitungan Produktivitas primer dilakukan dengan menggunakan rumus: produktivitas primer kotor= (LB-DB)(1,375)/(1,2)t
Dengan LB= kandungan O2 akhir botol terang; DB= kandungan O2 akhir dalam botol gelap; 1,2= angka pembagi untuk prposes fotosintesis; 1,375= faktor konfersi dari pembentukan oksigen ke karbon dioksida yang digunakan; t= waktu inkubasi. Selain itu kepadatan plankton juga dihitung. Kepadatan plankton dapat diketahui dengan mengambil sampel air kemudian menfiksasi menggunakan larutan 4% formalin. Sampel dimasukkan kedalam Sedgwick rafter kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop. Kepadatan plankton dihitung menggunakan rumus, densitas plankton= d x b/c individu/L , dengan d= jumlah semua plankton; b= volume air dalam botol; c= volume sedgwick rafter; a= sampel air . Indeks diversitas plankton dapat dihitung dengan rumus: Plankton H = -∑Ni/N 2logNi/N. Alat dan bahan yang digunakan adalah botol terang dan gelap, plastic, karet, tali, ember, plankton net, Sedgwick rafter, mikroskop, larutan formalin 4%, dan bahan-bahan kimia untuk pengukuran kandungan oksigen terlarut dengan metode baku.


HASIL DAN PEMBAHASAN
            Untuk mengetahui kondisi kesuburan suatu perairan dapat dilihat dari pengukuran produktivitas primer dari perairan tersebut dengan meninjau dari segi aktivitas hasil fotosintesis dan keterkaitannya dengan parameter fisik,kimia dan biolog perairan tersebut. Produktivitas primer merupakan kecepatan produksi zat organic yang diawali dengan konversi energy cahaya matahari menjadi zat-zat organic melalui proses fotosintesis (Campbell,2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas primer adalah cahaya, nutrient, dan suhu selain ketiga factor tersebut jenis fitoplankton juga berperan dalam mendukung produktivitaas primer perairan. Kemudian cahaya juga berpengaruh dimana cahaya matahari tergantung waktu (harian,musiman, tahunan) dan masih banyak factor lain pengaruh produktivitas primer perairan.



Danau




12.00
18.00
inlet

outlet

inlet

outlet

30cm
50cm
30cm
50cm
30cm
50cm
30cm
50cm
0,0376
0,0145
0,113
0,075
-0,00289
-0,00144
0,0057
0

Grafik 1.1 Produktivitas Primer Danau Perikanan UGM kedalaman 30 cm
            Praktikum dilakukan pada danau perairan bagian inlet dan outlet. Dari hasil pengamatan pada pukul 12.00 WIB pada perairan inlet mengalamai kenaikan produktivitas primernya dan mengalami penurunan produktivitas primer pada pukul 18.00 WIB. Hal ini dikarenakan pada siang hari cahaya matahari cukup tinggi sehingga membantu aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton yang menghasilkan oksigen yang tinggi. Hal yang sama juga terjadi pada perairan outlet dimana peningkatan produktivitas primer terjadi pada pukul 12.00 WIB dan akan menurun pada pukul 18.00 WIB. Hal ini terjadi karena pada siang hari intensitas cahaya matahari terpenuhi, terjadi proses fotosintesis sehingga mampu menghasilkan produksi bahan organic dengan bantuan energy matahari. Sedangkan pukul 18.00 WIB matahari mulai hilang sehingga tidak terjadi fotosintesis.Faktor cahaya yang menurun maka produktivitas primernya pun juga akan menurun (Wetzel,1975).

Grafik 1.2 Produktivitas Primer Danau Perikanan UGM pukul 12.00 WIB
 








            Pada grafik pengamatan dapat diketahui bahwa pada perairan inlet dan outlet produktivitas primer pada kedalaman 30 cm lebih tinggi dibandingkan dengan kedalaman 50 cm. Hal ini disebabkan karena pada kedalaman yang dekat dengan permukaan intensitas cahaya yang tinggi sehingga plankton dapat melakukan proses respirasi dan fotosintesis menyebabkan nilai produktivitas primernya semakin meningkat. Selain itu pada kedalaman yang tinggi tekanannya akan meningkat sehingga kada oksigen menurun.Akibat penurunan kadar oksigen yang rendah nilai produktivitas primer akan menurun. Sehingga pada kedalaman 50cm produktivitas primer lebih rendah daripada kedalaman 30cm (Wetzel,1975).

Grafik 1.3 Produktivitas Primer Danau Perikanan UGM kedalaman 50 cm
           
            Pada grafik pengamatan menunjukkan bahwa produktivitas primer pukul 12.00 WIB di outlet lebih tinggi dibandingkan pukul 18.00 WIB. Pada inlet pun produktivitas primer pukul 12.00 WIB lebih tinggi daripada pukul 18.00 WIB, hal ini disebabkan karena intensitas cahaya matahari saat siang tinggi sehingga fitoplankton dapat berfotosintesis sehinggaa DO tinggi.







Grafik 1.4 Produktivitas Primer Danau Perikanan UGM pukul 18.00 WIB
 









            Dari hasil  yang diperoleh pada grafik, pada perairan inlet produktivitas primer dengan kedalaman 50 cm lebih tinggi daripada kedalaman 30 cm. Tetapi hal ini berbanding terbalik pada daerah outlet dimana produktivitas primer dengan kedalaman 30 cm lebih tinggi dibandingkan kedalaman 50 cm. Hal ini dikarenakan pada perairan outlet dengan kedalaman 30cm cahaya matahari dapat menyerap kedalaman 50cm produktivitas primernya lebih tinggi daripada 30cm. Hal ini dipengaruhi oleh factor banyaknya fitoplankton yang ada pada kedalaman 50cm serta bahan organic yang tinggi sehingga nutrient yang tersedia juga banyak.



Kolam




12.00
18.00
inlet

outlet

inlet

outlet

30cm
50cm
30cm
50cm
30cm
50cm
30cm
50cm
0,026
0,02
0,052
0,032
0,033
0,039
0,052
0,0275

Grafik 2.1 Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM pada kedalaman 30cm

            Pada grafik diatas dapat diketahui pada perairan inlet nilai produktivitas primer pukul 12.00 WIB lebih rendah dibandingkan pada pukul 18.00 WIB. Hal ini disebabkan karena pada perairan inlet pukul 18.00 WIB, dipengaruhi oleh tingkat respirasi. Apabila respirasi organism kecil maka mempengaruhi produktivitas primer yang dihasilkan tinggi. Apabila organism sedikit, kadar oksigen diperairan banyak, sehingga produktivitasnya pun tinggi. Sedangkan pada perairan outlet produktivitas primer pada pukul 18.00 WIB dan 12.00 WIB relative sama, hal ini dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya suhu, apabila suhu tinggi maka air pun juga ikut panas dan relative bertahan sampai pada sore hari (Odum,1984). Suhu berperan dalam reaksi enzimatik pada proses fotosintesis. Pada grafik dapat dilihat perairan outlet lebih tinggi produktivitas primernya dibandingkan dengan inlet, hal ini dipengaruhi oleh bahan organic yang lebih tinggi pada perairan outlet, sehingga nutrient yang tersedia pun lebih banyak. Suplai unsure hara yang dibawa oleh air sehingga bahan makanan ke perairan dan pergerakan air akan mempengaruhi jumlah dan aktivitas material fotosintesis.

Grafik 2.2 Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM Pada Pukul 12.00 WIB
            Dari data diatas dapat diketahui pada perairan inlet dan outlet  pada kedalaman 30cm lebih tinggi nilai produkivitas primernya dibandingkan kedalaman 50cm, hal ini terjadi karena banyaknya energy cahaya matahari yang diserap oleh perairan. Semakin tinggi cahaya matahari, semakin tinggi pula produktivitas primernya.



Grafik 2.3 Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM Pada Kedalaman 50cm
            Pada grafik diperoleh hasil, kedalaman 50cm pada daerah inlet suatu perairan pukul 12.00 WIB lebih rendah produktivitas primernya dibandingkan pada pukul 18.00 WIB, hal ini mungkin dipengaruhi oleh aktivitas zooplankton yang ada, tingkat respirasi pun berpengaruh apabila respirasi kecil produktivitas primernya besar.

Grafik 2.4 Produktivitas Primer Kolam Perikanan UGM Pada Pukul 18.00 WIB
            Pada grafik produktivitas primer pada pukul 18.00 WIB, dapat dilihat pada perairan inlet pada kedalaman 30cm produktivitas primernya lebih rendah serta kedalaman 50cm lebih tinggi, ini dipengaruhi oleh kandungan bahan organic pada kedalaman 50cm lebih banyak, sehingga jumlah nutrient meningkat. Pada perairan outlet produktivitas tinggi pada kedalaman 30cm dipengaruhi cahaya matahari, suhu relative tinggi, kandunagn nutrient banyak menyebabkan kadar bahan organic dan anorganik tinggi.
            Produktivitas primer sangat pentin g dipelajri karena dapat mengetahui kualitas suatu perairan, serta kesuburan perairan. Dan hal lain dapat mengetahui hubungan produktivitas primer dengan densitas dan diversitas plankton.\
            Manfaat produktivitas bago program studi Manajemen Sumberdaya Perikanan adalah dapat mengetahui kualitas perairan, sehingga dapat melestarikan suatu perairan agar tetap subur dan mencegah pencemaran perairan serta dapat menjaga keanekaragaman organisme.


KESIMPULAN
            Dari hasil pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa cara pengukuran produktivita primer menggunakan metode botol gelap dan terang yang ditanam pada pukul 06.00 WIB, serta digantungkan pada kedalaman 30cm dan 50cm. Semakin tinggi produktivitas primer suatu perairan maka semakin baik untuk mendukung kelangsungan hidup organism didalamnya, dan dipengaruhi oleh intensitas cahaya. Keterkaitan produktivitas primer dengan densitas dan diversitas plankton adalah apabila produktivitas tinggi dan densitas tinggi menandakan perairan didominasi oleh fitoplankton , berperan dalam fotosintesis. Produktivitas tinggi, membuat Bahan Organik dan nutrient tinggi, juga dapat berpengaruh terhadap diversitas plankton. Jika produktivitas rendah organism yang dominan adalah zooplankton.

SARAN
Efisiensi waktu dalam praktikum harus diperhatikan lagi dan harus ada perbandingan tiap beberapa hari kedepan apakah suatu perairan berubah atau tidak.

DAFTAR PUSTAKA
Boyd. E. C., 1979. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Auburn Univercity Agricultural Experiment Stasion. Alabama. 389 p.
Brum, GD. Dan LK. McKane. 1989. Biology of Exploring Life. John Wiley & Sons Press.    
 New York.
Campbell,N.A.2002. Biologi (Terjemahan). Edisi kelima Jilid 3.Erlangga. Jakarta.
Leviton, J. S. 1982. Marine Biology. Prentice Hall Inc. New Jersey. USA. 526 p.
Nybakken, James W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia Pustaka  Utama. Jakarta.
Odum, D.A.1984. Surface Water Treatmen Far Communities in Developing Countries. John Wiby. New York.
Payne,A.I.1986. The Ecology of Tropical Lakes and River. John Willey and Sons. Singapore.
Setiapermana, D. 1979.Produktivitas Primer dan Beberapa Cara Pengukurannya. Oseana. Lembaga LON LIPI, Jakarta.
Triyatmo, B., Rustadi, Djumanto, S.B., Priyono, Krismono, N Sehenda, dan Kartamihardja, E.S., 1997. Studi Perikanan Di Waduk Sermo: Studi Biolimnologi. Lembaga Penelitian UGM Bekerjasama Dengan Agricultural Research Management Project. BPPP. 65 hal
Wetzel, Robert G. 1975. Limnology, Lake and River Ecosystem, 3th Edition. Sounders
                  College. Philadelphia.
Widianingsih, et all. 2002. Fluktuasi Asimetris Pada Berbagai Jenis Kerang (Bivalve) Laut Sebagai Upaya Biomonitoring Pencemaran Lingkungan Pantai. Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan UNDIP. Semarang.




laporan limnologi morfometri perairan lentik



MORFOMETRI PERAIRAN LENTIK
Elriza Charis Nurroji
12 / 333083 / PN / 12865
Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari
Pada perairan air tawar umumnya dibagi menjadi 2, yaitu perairan lotik dan perairan lentik. Perairan air tawar lotik merupakan perairan yang berarus, contohnya sungai. Sedangkan perairan lentik memiliki cirri-ciri yang tidak berarus,contohnya waduk, danau. Waduk dapat diartikan sebagai cekungan yang besar dipermukaan bumi yang digenangi oleh air, biasanya air tawar dan dikelilingi oleh daratan. Peninjauan waduk tidj jauh dari pengukuran morfometri. Dimana morfometri adalah salah satu cabang ilmu limnology yang berhubungan dengan pengukuran cirri-ciri morfologi dari dasar perairan, termasuk masa atau volume air. Praktikumini bertujuan untuk mengetahui keadaan morfometri (bentuk dan ukuran) serta keadaan perairan danau atau waduk pada setiap level (tingkat) genangan. Praktiukum ini dilaksanakan pada tanggal 08 November 2013 di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada.Metode yang digunakan adalah menduplikasi peta bathimetri, dengan mengambil sampel 1x1 cm sebagai pembanding dengan gambar peta waduk sermo dan skala yang digunakan adalah 1:15.000. Perhitungan morfometri perairan lentik ini menggunakan  objek waduk sermo pada tiga level yaitu 110 m, 120 m, 130 m, dan 137 m pada tahun 1996, 2000, dan 2005.Berdasarkan hasil pengamatan, tahun 2005 level 137 m memiliki nilai SD (Sharedevelopment) paling tinggi yaitu 4.023. Pengukuran morfometri perairan lentik dengan hasil tersebut menunjukkan bahwa kondisi waduk sermo pada tahun 2005 lebih subur, dilihat daritingginya nilai share development dan mampu dipakai untuk kegiatan perikanan. Adaun manfaat pengukuran morfometri perairan lentik yaitu dapat mengukur keadaan fisik suatu perairan tanpa harus mengukurnya secara langsung dilapangan.

Kata kunci : level, morfometri, perairan lentik, share development, waduk



PENDAHULUAN
            Pada perairan air tawar umumnya dibagi menjadi 2, yaitu perairan lotik dan perairan lentik. Perairan air tawar lotik merupakan perairan yang berarus, contohnya sungai. Sedangkan perairan lentik memiliki cirri-ciri yang tidak berarus,meskipun ada tetapi dalam skala kecil, contohnya waduk, danau (Wetzel,1975). Danau merupakan perairan dalam dengan tepian yang curam dan terdapat tumbuhn air dibagian tepi danau. Waduk dapat diartikan sebagai cekungan yang besar dipermukaan bumi yang digenangi oleh air, biasanya air tawar dan dikelilingi oleh daratan. Waduk sermo merupakan waduk pertama dan satu-satunya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (Triyatmo,2001). Analisa limnology suatu danau atau waduk memerlukan data-data yang detail mengenai analisa kedalaman, pengukuran luas atau permukaan seimen dasar, strata dan ciri-ciri garis pantai sering menjadi hal yang sangat penting dalam menganalisa sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi suatu perairan tawar  (Cholik,1986). Sehingga diperlukan pengamatan dan perhitungan mengenai morfometri dalam suatu perairan lentik.
            Morfometri adalah salah satu cabang ilmu limnology yang berhubungan dengan pengukuran cirri-ciri morfologi dari dasar perairan, termasuk masa atau volume air.Morfometri juga dapat diartikan sebagi nilai kuantitatif dari parameter-parameter yang terkandung pada suatu daerah aliran sungai (DAS) atau danau (Welch,1952). Parameter morfometri terdiri dari panjang, lebar, kedalaman, luas area, volume,keliling garis pantai, dan share development (Cole,1983). Peta merupakan sarana untuk memperoleh data ilmuah yang terdapat diatas permukaan bumi dengan cara menggambarkan berbagai tanda-tanda keterangan sehingga dapat mudah dibaca.Peta suatu perairanj danau/waduk yang menyerupai peta topografi umumnya disebut juga peta hidrografi. Umumnya peta hidrografi dibuat dengan skala tertentu dan juga gambar kontur kedalamannya.Gambar peta dari suatu perairan dapat memberikan informasi-informasi penting mengenai kondisi perairan tersebut dilingkungan sekitar (Welch,1952).
            Praktikum morfometri perairan lentik bertujuan mengetahui morfometri (bentuk dan ukuran) suatu perairan. Praktikum ini juga bertujuan untuk mengetahui keadaan perairan danau atau waduk pada setiap level (tingkat genangan). Informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan usaha perikanan yang produktif.



METODOLOGI
Praktikum morfometri perairan lentik dilakukan pada hari jum’at 08 November 2013,pukul 13.30 WIB sampai dengan selesai. Tempat pelaksanaan praktikum ini berada di Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan, Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada. Praktikum ini menggunakan alat seperti kalkulator, kertas gambar, alat tulis, timbangan analitik, benang, jarum, dan gunting. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah peta bathimetri dan kertas kalkir.
      Prinsip kerja praktikum ini yaitu menduplikasikan peta bathimetri ke kertas kalkir kemudian mengukur peta dengan benang atau keliling peta dengan skala 1:15.000. Dan juga mengukur berat peta yang sudah dibuat dan berat peta yang sudah dibuat dan berat peta sampel yang berukuran 1cm x 1cm. Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan peta waduk sermo pada tiap tahun yaitu tahun 1996,2000, dan 2005 serta ditentukan setiap level atau tingkatannya yaitu level 110, 120, 130, dan 137. Luas peta dapat dihitung dengan menggunakan rumus : W1/L1 = W2/L2, dengan W1=berat peta (gram) ; L1=Luas peta (km2) ; W2=Berat sampel (gram) ; L2=Luas sampel (km2). Lalu menghitungvolume dengan rumus : V=h/3 (A1+A2+A1 X A2) dengan h=kedalaman vertical (m); A1=Luas area permukaan lebih atas(m2); A2=Luas are permukaan tertentu yang lebih rendah (m2). Terakhir menghitung share development atau pengembangan garis pantai dengan rumus Sd=SL/2  denagn Sd= Share development; SL=keliling peta (km); Ao=Luas peta (km2) ; Sd (Share development) memiliki satuan km2.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Morfometri Perairan Lentik Waduk Sermo
TAHUN
LEVEL (m)
Berat sampel (gr)
Berat peta (gr)
Luas peta (km2)
Volume (km3)
KELILING (M)
SD







1996
110
0.01
0.100
0.225

3.825
2.275

120
0.01
0.320
0.720
0.005
7.875
2.619

130
0.01
0.580
1.308
0.010
12.840
3.168

137
0.01
0.800
1.800
0.011
16.500
3.466
2000
110
0.01
0.120
0.270

3.990
2.160

120
0.01
0.200
0.450
0.004
5.565
2.340

130
0.01
0.420
0.945
0.007
11.400
3.308

137
0.01
0.740
1.665
0.009
14.400
3.149
2005
110
0.01
0.050
0.125

2.766
2.202

120
0.01
0.220
0.495
0.007
6.990
2.803

130
0.01
0.440
0.990
0.007
11.130
3.156

137
0.01
0.720
1.620
0.009
18.150
4.023

Morfometri perairan lentik sangat penting untuk diketahui karena secara umum umum morfometri dapat digunakan sebagai upaya pengembangan perikanan (Triyatmo,2001). Apabila morfometri telah diketahui maka morfometri pun akan mudah diidentifikasi sehingga kita bisa menentukan fungsi yang tepat dari perairan lentik (Payne,1986).
      Pada setiap danau atau waduk memiliki keliling, luas, volume, dan shore development yang berbeda-beda. Berdasarkan pengamatan dan perhitungan , hasil yang didapat dari praktikum ini pada tahun 1996 menunjukkan peningkatan level, berat peta, luas peta, keliling, dan peningkatan shore development. Pada tahun 1996 level 110 berat peta 0,10 gram, dengan luas peta 0,225 km2, keliling 3,825 m dan SD sebesar 2,275 km2. Tahun 1996 level 120 memiliki berat peta 0,32 gram, luas peta 0,720 km2, volume 0,005 km3, keliling 7,875 m dan SD sebesar 2,619 km2. Pada level 130, berat peta adalah 0,58 gram, luas peta 1,308 km2, volume 0,010km3, keliling 12,840 m, dan SD 2,168 km2. Sedangkan pada level 137 berat peta 0,80 gram, luas peta 1,800 km2, volume 0,011 km3, keliling 16,500 m dan shore development sebesar 3,466 km2.
Pada tahun 2000 disetiap level memiliki nilai yang berbeda-beda. Pada level 110 berat peta 0,12 gram, luas peta 0,270 km2, keliling 3,990 m, dan SD sebesar 2,160 km2. Pada level 120 berat peta 0,20 gram, luas peta 0,450 km2, volume 0,004 km3, keliling 5,565 m serta SD 2,340 km2. Level 130 berat peta 0,42 gram, luas peta 0,945 km2, volume 0,007 km3, keliling 11,400 dan SD 3,308. Sedangkan pada level 137, berat peta 0,74 gram, luas peta 1,665 km2, volume 0,009 km3, keliling 14,400 m dan SD 3,149 km2.
Pada tahun 2005 besar berat peta, luas peta, volume, keliling, dan shore development memiliki nilai yyang berbeda-beda setiap levelnya. Pada level 110 berat peta 0,05 gram, luas peta 0,125 km2, keliling 2,776 m dan SD 2,202 km2. Level 120 berat peta 0,22 gram, luas peta 0,495 km2, volume 0,004 km3, keliling 6,990 m dan SD 2,803 km2. Pada level 130 berat peta 0,44 gram, luas peta 0,990 km2, volume 0,007 km3, keliling 11,130 m dan SD 3,156 km2. Sedangkan pada level 137 berat peta 0,72 gram, luas peta 1,620 km2, volume 0,009 km3, keliling 18,150 m dan Shore development sebesar 4,023 km2.
Berdasarkan hasil pengamatan, secara keseluruhan dapat dibandingkan bahwa dari tahun 1996 sampai 2005 apabila dilihat daris etiap level terjadi penurunan volume perairan. Berkurangnya volume air yang ada diikuti perubahan nilai shore development yang semakin besar. Penurunan volume tersebut dapat disebabkan karena penguapan air karena pengaruh panas  atau musim pada suatu daerah waduk (Welch,1952). Apabila perairan mengalami surut, tentu saja perairannya mengalami perubahan. Berdasarkan hasil tersebut dapat ditarik pernyataan walaupun volume mengalami penurunan, perairan ini berangsur-angsur semakin subur dan semakin menyimpang serta bentuk lingkaran dikarenakan nilai SD nya tinggi. Selain itu pada tahun 1996 sampai 2005 nilai SD yang terkecil ada pada level 110 dibandingkan level lainnya (120.130,137). Penyimpangan bentuk dari lingkaran paling kecil juga terdapat pada level 110. Perubahan nilai SD yang terlihat pada \hasil dapat disebabkan oleh factor-faktor alami seperti sedimentasi, karena sedimentasi atau pengendapan apabila terakumulasi dengan nilai yang tinggi dapat merubah bentuk  perairan dan juga bentuk pantai sebuah perairan, kemudian factor manusia juga dapat berpengaruh, seperti pembuatan tanggul pada suatu letak waduk (Wetzel,1975).
Shore development merupakan penyimpangan bentuk danau terhadap bentuk lingkaran, jadi semakin tinggi nilai SD suatu perairan lentik, maka semakin jauh pula penyimpangan bentuk danau terhadap bentuk lingkaran. Kenaaikan atau penurunan nilai SD dapat terjadi akibat aktivitas alami maupun buatan manusia. Selain menunjukkan bentuk danau, SD juaga dijadikan parameter untuk melihat tingkat kesuburan suatu danau atau waduk. Danau atau waduk dengan SD tinggi relative lebih subur dibandingkan dengan danau atau waduk dengan SD rendah. Hal ini disebabkan karena waduk dengan SD tinggi memiliki garis tepi yang relative panjang. Daerah tepi relative rendah (dangkal) dibandingkan daerah tengah karena kedalaman daerah yang dangkal menyebabkan sinar matahari relative dapat menembus sampai kedasar perairan. Apabila nilai SD semakin tinggi/besar menunjukkan tingkat kesuburan suatu perairan semakin tinggi. Danau atau waduk yang memiliki nilai SD kurang lebih 2 berbentuk agak bulat/elips. Jika SD < 2 menunjukkan bentuknya bulat, sedangkan juka SD > 2 waduk atau danau berbentuk semakin tidak beraturan (Sastrodarsono,1997).
Perkembangan garis pesisir (Shore Development) memiliki manfaat atau peranan dalam menentukan tingkat tropic danau karena kawasan dangkal merupakanj kawasan yang paling produktif, sebagian besar fotosintesis berlangsung dilapisan atas danau yang menerima cahaya matahari dan terjadi akumulasi hasil penguraian didaerah pantai (Suwignyo,1997).
Hasil pengamatan dan perhitungan pada praktikum menunjukkan bahwa tingkat kesuburan paling tinggi pada tahun 1996 berada pada level 137. Tingkat kesuburan paling tinggi pada tahun 2000 terdapat pada level 137. Dan pada tahun 2005 tingkat kesuburan palin g tinggi berada pada level 137. Hal ini disebabkan karena pada level tersebut memiliki SD paling besar dibandingkan dengan nilai SD pada level lain (110,120,130). Dapat disimpulkan, bahwa perairan paling subur berada pada tahun 2005 pada level 137 yang memiliki nilai shore development yang paling tinggi yaitu 4,023 km2. Hal ini menunjukkan bentuk tidak beraturan. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh curah hujan yang semakin tinggi sehingga vegetasi disekitar waduk semakin banyak. Hal ini menunjukkkan bahwa waduk sermo semakin subur dan Shore development akan meningkat karena kesuburan juga meningkat.
Manfaat mengetahui mengenai morfometri danau atau waduk sangat penting dalam kajian Manajemen Sumberdaya Perikanan. Pengetahuan morfometri waduk paling tidak memberikan gambaran mengenai perubahan yang terjadi pada suatu waduk dalam kurun waktu tertentu. Perubahan tersebut meliputi perubahan debit air, keanekaragaman ikan dan yan paling penting tingkat kesuburan. Tingkat kesuburan perairan sangat penting karena dapat menganalisa kualitas air pada suatu perairan apakah perairan tersebut tercemar atau tidak.


KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa dengan meninjau morfometri waduk dapat membantu penelitian mengenai badan air tanpa perlu terjun kelapangan. Kondisi waduk sermo pada setiap level dan tahun 1996 sampain2005 mengalami perubahan luaas, keliling, berat serta Shore development.Nilai shore development dari tahun ketahun semakin meningkat, semakin besar nilai shore development suatu perairan maka semakin banyak lekukannya dan hal ini menunjukkkan bahwa perairan waduk sermo dari tahun ke tahun semakin subur. Pada tahun 2005 pada level 137 memiliki nilain shore development paling tinggi yaitu 4,023 km2 dengan bentuk perairan waduk sermo yang tidak beraturan.
SARAN
            Seharusnya peta objek yang digunakan untuk pengamatan sebaiknya menggunakan data peta yang 10 tahun terakhir, sehingga dapat memperoleh / mengetahui kondisi morfometri terbaru dari waduk sermo.


DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H. Z. 2000. Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. Padya Paramita. Jakarta.
Bronmark, C. and L.A. Hansson, 1998. The Biology of Lakes and Ponds. Oxford University Press. Oxford. 216 p.
Cholik, F.1986. Pengelolaan Air Kolam. Direktorat Jendral Perikanan. Jakarta.
Cole, G. 1993. Buku Teks Limnologi (Alih Bahasa Fatimah. MD.Yusuff dan Syamsiah M.D. Said). Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur.
Payne, A.I.1986. The Ecology of Tropical Lakes and River. Great Britain. New York.
Sastrodarsono,S. 1997. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT. Pradnya Paramitha. Jakarta.
Suwignyo,S.1997. Pengukuran Topografi. PT.Gramedia. Jakarta.
Triyatmo, B.2001. Kajian Morfometri Berdasarkan Kondisi Topografi dan Estimasi.Potensi Waduk Sermo. Jurnal Perikanan UGM (GMUJ Fish Sci). III (2) : 17-23
Welch. P.s.1952. Limnology.Mc. Graw Hill. New York.
Wetzel.1975. Limnology. Third Edition. Sounders Colage. Philadelphia.